CERPEN TENTANG CINTA
“I HAVE FOUND YOU”
Written By Fitrah Ramadhan
Tak pernah ku tau kapan pastinya dia mulai menyapaku..
Hingga saat ini,
Aku pun juga tak tau kapan pastinya aku mulai tersapa olehnya..
Yang aku tau,
Hanya,
Bahwa sekarang aku terjebak dalam perasaan oleh cintanya..
Saat ini,
Aku tenggelam dalam samudra indah cintanya..
Dimana,
Saat aku mulai mencoba menepi ke segala arah,
Hanya cintanya
yang aku temui.
“Kamu di mana mbak?” 1 received
message di inbox telepon selulerku.
“Di Cosova lagi nge-Lunch sambil
nunggu teman2mu kumpul.” Message sent sebagai balasan sms sms yang barusan
masuk ke inboxku.
Tak lama kemudian tubuh jangkungnya
datang berarak bersama cahaya di pintu masuk Cosova tempat makan di samping
kampusku. Kedatangannya seperti menghantar keteduhan di mataku dari silau
cahaya yang sedari dari melototiku karena aku duduk di kursi paling depan dekat
dengan pintu. Aku sedang lunch dengan Syta sahabatku sembari menunggu kedatangan
teman sekelasku Fathy.
Hari ini ada agenda nonton gratis di salah satu gedung bioskop di
kota apel ini. Agenda ini sebagai ganti kelas yang ada di jadwal hari ini. Jadi
ya seperti pindah kelas, yang mulanya di gedung kuliah D-103 ke gedung C-21
alias Cinema 21. Dengan aturan sama seperti dikelas, tetap di absent, dan pada
pertemuan depan mengumpulkan resuman dari film yang telah kita tonton.
Rencananya aku mau berangkat bareng dengan Fathy karena Syta gak satu kelas
denganku dimata kuliah ini. Masalahnya, aku belum pada akrab dengan orang-orang
di kelas itu. Secara, aku dengan tiga temen cowokku adalah new comer di kelas
itu. Jadi, saat ini aku dengan tiga temen cowokku tadi sedang menempuh dan
mengulang mata kuliah yang udah pernah kita tempuh. Hebat kan? Kita sekarang
semester 7 dan sedang satu kelas dengan adik angkatan semester 3. Keren banget
dah! Jadi senior alias buyut di dalam kelas. Parahnya diantara temen-temenku
sesama ngulang, aku cewek sendiri. Omigod…
“udah selesei mbak makannya? Temen-temen udah pada kumpul lho” sapanya
padaku yang sedang melahap gado-gado.
“Eh, Ghulam. Makan yok sini! iyaaah.. udah mau kelar kok ini..”
tandasku.
“Saya sudah makan mbak, makasih. yaudah, kalo gtu selesein dulu dah
makannya! Aku tak ke temen-temen dulu, soalnya aku yg kebagian ngoordinir
temen-temen. Nanti mbak ketempat ngumpul yah?!” katanya lagi.
“nggeeh” jawabku dengan logat bahasa jawaku
“Mari Mbak!?” sapanya ke Syta
“iya-iya mari..” jawab Syta biasa. Karena mereka belum kenal.
Cuma Ghulam dan Alfy yang deket denganku di kelas ini. Aku deket
dengan mungkin karena mereka kasihan ngeliat aku paling tua sendiri di kelas
mereka. Sebagai sesepuh yang kesepian. Maklum tiga temen cowokku tadi pada
males-malesan masuk kelas. Mentang-mentang udah bertemen akrab dengan Pak Rizky
dosen matkul ini. Kalo Ghulam, aku emang udah kenal di kelas semester lalu.
Dari pintu Cosova kulihat Fathy datang. Aku langsung melenggang
menujunya dan Syta langsung pulang. Dari arah gerbang kampus Ghulam berjalan
dengan teman-teman sekelasnya menuju jalan raya buat nyetop angkot. Dia
melewatiku dan Fathy,
“ Mbak duluan yha Ghulam.. Nanti ketemu disana!” Seruku sambil
melenggang bersama Fathy dengan mathic-nya.
Akuh melaju bersama Fathy menuju kelas di ruang C-21 untuk menonton
film yang sebenarnya sudah pernah kulihat. Ini kita lakukan semata-mata hanya
untuk mengisi absent. Tanpa ada prasangka apapun akuh meninggalkan Ghulam.
Interaksi singkat ini tidak menyisakan apa-apa di hatiku. Sama
sekali tak pernah terduga hari itu aladah hari dimulainya cerita hatiku dengan
Ghulam, orang yang sampai sekarang memenuhi setiap sudut bagian tubuhku dan
hidupku.
Sungguh tak pernah kuduga
sebelumnya. Pun juga tak pernah ada sdikit sangkaanku, apalagi dalam rencana
dan skema rencana kehidupanku, bahwa aku akan menemukan cinta seperti ini,
dengan jalan seperti itu, dan dengan orang seperti dia. Bagaimana tidak? Aku
merasa istimewa dan satu-satunya dengan satu jalur ceritaku ini dalam sekian
banyak jalan dalam peta kehidupanku. Istimewa.. Karena aku dengannya seperti dua kutub magnet
yang sangat, sangat, dan sangat berbeda tetapi saling dempet.
Tidak pernah terduga, aku, Nayla,
yang sedari kecil hidup di lingkungan pesantren bakal jatuh cinta dengan Ghulam
playboy kelas ikan paus dari pulau sebrang. Aku yang notabenenya sama skali
tidak pernah berani dengan yang namanya makhluk berkelamin lelaki, kecuali
ayahku, bisa jatuh cinta dengan dia yang popular dan suka kepopuleran diantara
para cewek. Aku, Nayla yang dalam hidup cenderung berjalan dengan dengkul
perasaan daripada logika bisa jatuh hati dengan dia orang yang sangat logis, (tapi
bukan berarti tak berperasaan). Dan, aku, Nayla yang lembek, penakut, dan
lamban bisa terpanah asmara dengannya seorang yang keras, kasar, dan berlebihan
tegasnya. Aku yang penuh dengan hati, sedang dia sama sekali tidak romantis.
Dan yang mungkin paling tidak umum,
(mungkin ini yang membuatku merasa istimewa dan satu-satunya), waktu itu, aku
semester 7 dan dia semester 3. Yah, in short, aku terlahir tiga tahun lebih
dulu daripada Ghulam.
Cintaku dengannya berawal dari kisah
cinta kami masing-masing yang kurang senyuman. Aku yang di khianati oleh mantan
pacarku. Sedang dia di tolak sama cewek gebeten bin idamannya. Entah bagaimana
kisah kami bermula. Awalnya just for fun yang akhirnya bisa menimbulkan
tangisan. Mulanya saling berbagi masalah masing-masing hingga akhirnya tak lagi
merasa sebagai orang asing. Hingga suatu hari:
“Mbak bolehkah saya menemani mbak
disisa waktu mbak?” Ghulam mengirim sms ambigu yang membacanya saja aku aku tak
bisa faham.
“Hey… salah kirim Ghulam!” Balasku
singkat.
“Enggak mbak.. Mbak Nayla mau jika
saya jadi pelindung mbak Nay?” Wuih.. pujangga banget sms Ghulam. Aku hanya
bisa tersenyum. Bagiku pantang mengejek orang. Entah tulus entah tidak, saat
itu masih belum ada pertimbangan itu di hatiku. Hatiku masih males dengan
cowok. Kepengen kaya dulu, saat-saat masih SMA sama skali gak ada cowok dalam
kamus hidupku.
“Sadarkah kamuh Ghulam dengan apa
yang kamuh katakan? Aneh-aneh aja kamu...” smsku menutup perbincangan kita.
Ntah kenapa, waktu-ke waktu
kedekatan kita yang awalnya biasa menjadi ternilai di hatiku. Aku menemukan
rasa nyaman dari Ghulam. Rasa indah, ceria, senang, dan aku sudah sama sekali
lupa dengan luka hatiku dimasa lalu. Hilang, tak berbekas sedikitpun. Aku mulai
menilai dan memperhatikannya. Seperti tanpa kusadari aku merasa ingin
dimilikinya.
“Mbak ingatkah saat di Cosova yang saya
nyamperin mbak yang kita mau ke bisokop kelas Pak Rizky itu? Itu aku sengajain
buat jemput mbak biar bareng aku. Tapi mbak malah pergi motoran sama Mas Fathy.
Mangkel, males dah aku jadinya.” Aku Ghulam suatu hari ke aku.
“Trus, inget gak? Pas selesei kelas
Pak Rizky yang mbak Nay mau pulang, lalu aku ngikut mbak dengan alasan aku mau
beli minuman di toko yang searah dengan jalan mbak Nay pulang. Sebenarnya bukan itu mbak
tujuanku, tapi saya pengen jalan bareng aja sama mbak Nay. Bisa aja kan saya beli
di Kopma yang lebih deket dari pada ditoko di luar kampus?” tambah Ghulam.
Sejak saat itu, ntah kapan pasti dan
tepatnya, kita menjadi satu. Nayla milik Ghulam, dan Ghulam milik Nayla.
Kesempatan masa muda dulu untuk mengenal cinta, rasanya baru kurasakan bahkan
disaat aku berada disemester akhir kuliahku. Teman-temanku bilang, bahwa
puberku telat.
Hari semakin hari, aku makin jatuh,
dan mungkin tanpa kusadari aku menjadi terhuyung-huyung dalam cintaku dengan
Ghulam. Dari apapun, dari segala-galanya, aku bahagia dan aku benar-benar
merasa benar-benar jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. Dengan Ghulam. Yah
dengan cowok yang jauh lebih muda dariku. Seperti aku berada disatu titik
memutuskan, aku, Nayla cewek yang lebih tua dari Ghulam telah menjatuhkan cinta
dan hatiku pada Ghulam cowok yang lebih muda dariku.
Bisa dibilang, dulunya aku cewek
katro yang takut cowok. Bagaimana tidak? Dulu nih, pacaran aja karna
solid-solid-an sama teman se-genk. Nge-genk berlima, Cuma aku yang nggak punya
cowok. Mana mungkin bisa punya cowok? Ngomong di telepon sama cowok aja udah
kaya orang gagu. Sampe pernah ada salah satu mantan aku dulu kasih julukan ke
aku “patung hidup”, mungkin saking nggak bisanya aku jika harus ngomong dengan
cowok. Baik itu di telepon, apalagi langsung, siap-siap aja di bilang cewek
bisu. Setiap kali punya cowok yang nyariin ya temen-temen se-genk. Ibarat cinta
itu sebuah tumbuhan, mereka yang milih bibit, menanam, merawat, menyemai,
sampai berbunga. Kalau bukan mereka yang menyemai, ya aku gak bisa-bisa punya
pacar. Intinya, beberapa kali pacaran seperti itu. Demokrasi dari teman-teman
bukan dari kemauanku sendiri. Pacarku yang terakhir aja, mantan teman se-genk
itu. Itupun aku gak cinta-cinta banget. Hanya terharu ada cowok yang mau
memperjuangkan aku yang katro ini sampai sebegitunya. Dan sekali dikhianati,
aku langsung ajak “cut”. That’s my last time.
Ghulam telah mengisi penuh diri dan
kehidupanku. Dari yang mulai kita sembunyi-sembunyi karna takut ketahuan oleh
teman-temanku dan teman-teman Ghulam. Sampai akhirnya kita apa adanya dan nggak
sembunyi-sembunyian lagi alias blak-blakan dengan hubungan kita. Ghulam sering
mengajakku ke acara-acaranya, begitu juga sebaliknya. Yang dulunya dia manggil
mbak, dan menggunakan kata “saya” sebagai bahasa formalnya kepadaku, akhirnya
dia menggalku dengan sebutan “Bego”. Katanya sieh itu panggilan sayang. Dasar
anak-anak labil fikirku. Dikontak hpnya saja kontak dikasih nama “Si Bego My
Nay”.
Pernah suatu hari ketika kita kita
dengan teman-teman kita berlibur di sebuah kolam renang di Dieng. Saat aku mau
nyebur kolam. Dia meneliti aku, dan berkata:
“Copot ithu gelang kakimu! Kalo
ilang akuh gak mau nyariin pokonya.” Ketus, tapi mendalam. Perkataannya bagai
bahasa filosofis bagiku.
Dia memang jarang berkata manis di
sms layaknya cowok-cowok diluar sana, tapi dia adalah orang yang pertama kali
akan menyita hp ku, bahkan mematahkan kartu hp ku kalo ada cowok lain yang
berlangganan mencari perhatianku. Dia adalah orang yang pertama kali dan
satu-satunya yang kan memelintir kepalaku jika aku melihat cowok dengan
seksama. Hanya dia, seorang Ghulam, cowok satu-satunya yang berani bertengkar
ricuh dengan tukang parker indomart disamping pesantrenku karna telah berani
menggoda dan menggangguku. Dan dia adalah orang yang membuat akuh semakin
terhuyung dalam arus cintanya saat suatu hari mantan cowokku, Arby ngajakin
balikan dengan politik licik, dengan cara mengambil hati ibuku. Hingga suatu
saatu Ibuku sangat menginginkan aku balikan dengan Arby. Dan dititik itu Arby
merasa menang atas diriku. Dan Ghulam berkata:
“Bukan Aku Nay yang merebut kamu
dari Arby, tapi Dia yang merebutmu dariku”. Rintihnya malam itu saat kita
dikampus.
Deg! Rasanya, rela seluruh hidupku
ku abdikan padamu Ghulam. Tak ada susuatupun yang ku sembunyikan dari Ghulam.
Aku percaya padanya sama seperti aku mempercayai diriku sendiri. Soal Arby pun
semua aku ceritakan. Namun Arby tak tau menahu soal Ghulam.
“Ghulam.. seperti apapun Arby
memperuangkanku, kiblat hatiku tetap kamu.” Kuyakinkan dia. Dan memang seperi
itu yang benar-benar aku rasakan dihatiku.
Karna politik Arby yang begitu hebat
terhadap ibuku. Sampai akhirny ibuku punya persepsi bahwa Ghulamlah penyebab
putusnya hubunganku dengan Arby. Dan saat aku jujur kepada Ibu tenang perasaanku
terhadap Ghulam. Ibu sontak menyuruhku putus dengannya. Apa yang harus
kulakukan dengan situasi ini? Hati ku sudah termiliki oleh Ghulam. Namun bukan
berarti aku tak mau menurut terhadap Ibu. Hingga di suatu titik, Ibu benar-benar
membenci Ghulam. Karna bagi Ibu ini pertama kalinya aku tidak patuh terhadap
beliau sepanjang hidupku saat ini. Dan bagi Ibu, itu karna Ghulam. Ghulamlah
penyebab aku durhaka. Meski pada kenyataannya tidak seperti itu. Hingga untuk
pertama kalinya, demi ornag yang pertama kali menjamah hatiku, aku berbohong
kepada Ibu bahwa iya, saya telah putus hubungan dengan Ghulam. Dan dengan berat
hati aku menjalin hubungan lagi dengan Arby, Demi Ibuku.
Tak ada yang ku sembunyikan dari
Ghulam, kita saling mengenal lewat hati. Tentunya dia tau bagaimana aku. Betapa
aku merasa orang paling jahat di dunia ini membiarkan diriku berstatus dengan
orang lain sedang hatiku masih berkiblat dengan Ghulam. Betapa Ghulam bisa
menerima kondisiku, tetap saja, rasa bersalah di hatiku tak mampu aku tebus
dengan apapun.
Kita tetap dengan diri kita. Kita tetap indah dengan diri kita
sendiri dengan semua elemen yang ada pada kita. Perbedaan usia, sindiran
orang-orang, perbedaan karakter, situasi rumit ini, semua telah naïf di mata kita.
Ghulam bilang:
“Apapun yang terjadi yang
perting kita bersama saat ini Nay..”
Tuhan.. bagaimana mungkin aku tidak bersyukur atas rasaku dan
rasanya yang telah Engkau perkenankan bersemayam di hati kami. Sudah tak ada
lagi rasanya yang aku minta pada-Mu Tuhan. Hidupku kini telah sempurna dengan
Ghulam.
Ghulam memang keras, kasar dan egois. Tapi dibalik semua sifat itu
ada cinta dan perhatian yang besar terhadapku. Dia memang rajanya gengsi. Tapi
aku cinta itu. Bagaimanapun dia, terserah bagaimana orang menilai dia, aku
tetap punya penilain tersendiri tentangnya. Dengan kacamataku sendiri. Karna cinta
ini, semua pandangan perfectsionist dan idealis gak pernah ada lagi dalam
pandanganku. Ketika yang lain menyebutkan karakter dari tipe idaman cowok masa
depan mereka, itu sudah gak berlaku lagi bagiku. Aku tak butuh tipe apapun dan
karakter bagaimanapun. Semua tipe dan karakter telah ada padanya.. Ghulam
Muhammad.. aku telah bosan dengan yang idealis apalagi perfeksionis. Aku tak
butuh semua itu. I love everthing inside of him.
“Kalo aku jadi kamu Nin, aku gak akan pernah ninggalin Ghulam.
Apalagi sampai punya hubungan dengan cowok lain. Jangankan tanpa Ghulam, tidak
melihatnya satu hari saja itu seperti mencoba bernafas dalam air bagiku!!!”
dengan air mata yang hamper tumpah Kata-kataku meledak dengan emosi di suatu
hari kepada Nina, orang yang pernah dicintai Ghulam tapi dia menolaknya.
Sepertinya Nina mulai menaruh hati pada Ghulam. Kini dia mencari
hati yang dulu mencintainya. Dia ingin memperjuangkan cinta yang dulu pernah
ada untuknya. Lama dia mengejar Ghulam. Hingga kini dia mulai transparan
kepadaku. Dengan nyata dia memelas, memohon kepada Ghulam tepat didepanku saat
kita sedang duduk-duduk di gazebo kampus. Aku tidak selemah itu. Cintaku bukan
imajinasi. Cintaku nyata terhadap Ghulam. Gak semudah ithu Dia bisa
menginjak-nginjak harga diri cintaku dengan Ghulam. Dia membalasku:
“Tapi khan itu Kamu Nay Bukan Ghulam! Dulu ghulam mencintai aku
begitu dalam. Aku tau bagaimana dia mencintaiku. Dan aku yakin gak semudah itu
rasa dia untukku hilang begitu saja. Gak mikir tah, mungkin saja kamu itu
adalah pelarian Ghulam dari aku!? Sekarang kamu Tanya Ghulam, Dia memilih aku
atau kamu?” Matanya sinis, tajaim, bibirnya sangat menyindir.
Tak tahan menahan dada yang ingin membuncah. Aku berlari
meninggalkan mereka berdua menuju toilet kampus. Tanpa ku sangka Ghulam
ternyata menjawab:
“Itulah yang membuat akuh gak bisa ninggalin Nayla Nin,,” Singkat.
Ghulam lalu dia mencari aku.
Setelah agak tenang, aku keluar dari toilet, dari kejauhan Ghulam
berlaru menujuku.
“Aku Cuma gak mau kehilangan kamu Ghulam.. Maaaphkan aku soal Arby.
Itu diluar kuasaku. Situasiku sulit.” Kataku sambil menyeka sisa-sisa air mata
dimataku. Ghulam tersenyum dan mengelus kepelaku.
Hari ini hari wisudaku. Aku dan Ghulam telah sepakat untuk
berbicara tentang hubungan kita ke orang tua kita masing-masing. Dan kita sepakat
akan membahasnya berdua dihari saat wisudaku.
Orang tuaku berkata:
“Kalo kamu gak menikah dengan Arby, kamu bukan anak Ayah Ibu lagi
Nay! Cam kan itu baik-baik yah Nay!”
Dan, orang tua Ghulam berkata:
“Kamu harus lulus S2 dan professional dulu, hingga kamu bisa
mengentaskan pendidikan adik-adikmu baru menikah. Faham?”
Tuhan..
Aku mencintai Ghulam lebih dari
apapun di dunia ini
Aku merasa seperti tak lagi bisa
jatuh cinta kepada lelaki lain selain dia
Tuhan..
Aku tak pernah meminta semua ini,
Rasa ini..
Juga cinta ini..
Dimana salahkuh kenapa Engkau
menghukumku dengan situasi sulit ini?
Tuhan..
Bukankah ini takdir-Mu?
Yang mempertemukan kita di dua kali
kesempatan yang sama?
Tuhan..
Aku hanya ingin Dia, Ghulam yang menggandeng tanganku untuk menuju
kepada-MU
Hanya ingin dia pengabdian
terakhirku setelah kedua orang tuaku
Dengannya menghuni surga-Mu
Tuhan..
Apakah aku berlebihan?
Tuhan..
Cemburu kah Engkau karena cintaku
terhadapnya?
Karena memang Engkau si empunya
Maha,
Tentunya engka Maha Pencemburu
Tuhan.
Tuhan..
Akankah rasa ini selamanya?
Sedang Kau sudah men-Nash,
Bahwa, tak ada yang abadi didunia
ini
Begitukah juga dengan cintaaku?
Lalu cintaku padanya?
Tuhan,
Jika boleh meminta dan pasti
dikabulkan,
Aku ingin hidup bersama Ghulam
selamanya,
Tak terbendung masa lagi
Hanya satu itu saja pintaku di dunia
ini
Jika masih terlalu berat,
Bolehkan kubeli satu pintaku itu
dengan ibadahku?
ohh... jadi terharu membacanya
BalasHapustak terasa air mata ini bercucuran
Berita selebritis terbaru
Aiiih aiiih
BalasHapusPadahal belum baca.. Langsung ngomen