TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA

09.28 Unknown 0 Comments



TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA DI INDONESIA

Abstrak: toleransi antarumat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan. Namun yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya, misalnya penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar mengenai kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat.

Pendahuluan
Belakangan ini, agama adalah sebuahnama yang terkesan membuat gentar, menakutkan, dan mencemaskan. Agama di tangan para pemeluknya sering tampil dengan wajah kekerasan. Dalam beberapa tahun terakhr banyak muncul konflik, intoleransi, dan kekerasan atas nama agama. Pandangan dunia keagamaan yang cenderung anakronostik memang sangat berpotensi untuk memecah belah dan saling klaim kebenaran sehingga menimbulkan berbagai macam konflik. Fenomena yang juga terjadi saat ini adalah muncul dan berkembangnya tingkat kekerasan yang membawa-bawa ama agama (mengatasnamakan agama) sehingga realitas kehidupan beragama yang muncul adalah saling curiga mencurigai, saling tidak percaya, dan hidup dalam ketidak harmonisan.
Perbedaan antar anggota maupun kelompok yang berpotensi konflik dan bersifat destruktif antara lain karena adanya perbedaan agama. Konflik antar penganut agama biasanya dipicu oleh prasangka antara penganut satu agama dengan yang lain yang berkembang menjadi isu-isu yang membakar emosi. Munculnya sikap-sikap tersebut tidak datang sendirinya, melainkan dikarenakan beberapa sebab. Menurut Suryana (2011: 127) “ketiadaan saling pengertian antar-pemeluk agama (mutual understanding), adanya kesalahan dan kekeliruan dalam memahami teks-teks keagamaan, dan masuknya unsur-unsur kepentingan di luar kepentingan agama yang luhur”. 
Toleransi antar-pemeluk agama bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja, tidak melihat kelas-kelas tertentu. Berbicara agama berarti mengenai masyarakat yang memiliki jiwa spiritual untuk mencari kenyamanan dan ketentraman dalam hidup. Situasi yang baik itu bisa kita jaga melalui menjunjung tinggi rasa menghargai dan menghormati antar sesama agama. Masyarakat Indonesia yang plural ini harus bisa menjaga kerukunan dalam beragama dan tidak ada perbedaan dalam hal hak dan kewajiban kebebasan hidup yang tenang juga berdampingan. Perbedaan agama ini bisa kita jumpai dimana saja dan kapan pun, baik itu kehidupan yang rukun maupun terjadi konflik antar-pemeluk agama di dalam masyarakat. Oleh karena itu, penulis tertarik membahas tentang tolenransi antar umat beragama yang begitu urgen untuk menjaga keutuhan NKRI.
Dalam kaitannya dengan toleransi antar umat beragama, toleransi hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihak ke pihak lain. Hal demikian dalam tingkat praktek-praktek social dapat dimulai dari sikap bertetangga, karena toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut keagamaan dalam praktek social, kehidupan bertetangga dan bermasyarakat, serta bukan hanya sekedar pada tataran logika dan wacana.
Kajian Teori
·         Prespektif Pancasial
Dalam masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila pertama, bertaqwa kepada tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Semua agama menghargai manusia maka dari itu semua umat beragama juga wajib saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama yang berlainan akan terbina kerukunan hidup.
·         Kebebasan Beragama
Kebebasan beragama merupakan hal yang mendasar dalam Hak Asasi Manusia. Berbicara soal Hak Asasi Manusia, negara Republik Indonesia sebagai negara hukum di dalam konstitusinya telah menjamin pemenuhan terhadap Hak Asasi Manusia. Jaminan konstitusi ini tidak berarti negera memberikan jaminan kebebasan sebebas-bebasnya. Termasuk dalam hal ini adalah kebebasan dalam beragama, sejauh pembatasan itu ditetapkan dengan Undang-Undang pada pasal 28 J.
·         Manusia Sebagai Mahluk sosial
Manusia ditakdirkan sebagai mahluk social yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material, kebutuhan spiritual, maupun kebutuhan akan rasa aman.
Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari beragam suku dan agama, dengan adanya sikap toleransi dan sikap menjaga hak dan kewajiban antar umat beragama, diharapkan masalah-masalah yang berkaitan dengan sara tidak muncuk kepermukaan. Dalam kehidupan masyarakat sikap toleransi ini harus tetap dibina, jangan sampai bangsa Indonesia terpecah antara satu sama lain
Toleransi Hak dan kewajiban dalam umat beragama telah tertanam dalam nilai-nilai yang ada pada pancasila. Indonesia adalah Negara majemuk yang terdiri dari berbagai macam etnis dan agama, tanpa adanya sikap saling menghormati antara hak dan kewajiban maka akan dapat muncul berbagai macam gesekan-gesekan antar umat beragama.
Pemeluk agama mayoritas wajib menghargai ajaran dan keyakinan pemeluk agama lain, karena dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 dikatakan bahwa “setiap warga diberi kemerdekaan atau kebebasan untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya.” Hal ini berarti kita tidak boleh memaksakan kehendak, terutama dalam hal kepercayaan, kepada penganut agama lain, termasuk mengejek ajaran dan cara peribadatan mereka.
Agama sebagai pedoman perilaku yang suci mengarahkan penganutnya untuk saling menghargai dan menghormati, tetap sering kali kenyataan menunjukkan sebaliknya, para penganut agama lebih tertarik kepada aspek-aspek yang bersifat emosional. Agama bisa kehilangan makna substansinya dalam menjawab soal-soal kemanusiaan, yakni ketika agama tidak lagi berfungsi sebagai pedoman hidup yang mampu melahirkan kenyamanan spiritual dan objektif dalam segala aspek kehidupan umat manusia”.
Toleransi yang merupakan bagian dari visi teologi atau akidah Islam dan masuk dalam kerangka system teologi Islam sejatinya harus dikaji secara mendalam dan diaplikasikan dalam kehidupan beragama karena ia adalah suatu keniscayaan social bagi seluruh umat beragama dan merupakan jalan bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama.
Kerukunan antara umat beragama adalah kunci utama untuk menjaga ketuhan NKRI. Faktanya adalah banyak kasus dan konflik yang terjadi akhir-akhir ini yang berkaitan dengan Agama, terutama masalah ISIS yang sedang gencarnya diperangi oleh pemerintah Indonesia. Hal itu terjadi karena Sikap Fanatisme di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.
Disamping itu juga disebabkan oleh Rendahnya Sikap Toleransi. Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain. Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflik. Oleh karena itu Toleransi merupakan kunci utama bagi masyarakat Indonesia yang hidup dalam pluritas bagi dari suku, ras, dan agama.
Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Olehnya itu kita sebagai warga Negara sudah sepatutnya menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat beragama dan saling menghormati antar hak dan kewajiban yang ada diantara kita demi keutuhan Negara.
Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya.
Demikian juga sebaliknya, toleransi antarumat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan. Namun yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya, misalnya penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar mengenai kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat.
Kesimpulan
Toleransi adalah sikap tenggang rasa yang berarti rukun dan tidak menyimpang dari aturan dimana seseorang harus saling menghargai dan saling menghormati. Toleransi beragama sangat diperlukan pada kehidupan sehari-hari untuk menjalin hubungan yang harmonis, rukun dan sejahtera.
toleransi hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihakl ke pihak lain. Hal demikian dalam tingkat praktek-praktek social dapat dimulai dari sikap bertetangga, karena toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut keagamaan dalam praktek social, kehidupan bertetangga dan bermasyarakat, serta bukan hanya sekedar pada tataran logika dan wacana.
Peran berbagai elemen tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemerintah sangat diperlukan untuk memberikan pencerahan dan penyadaran akan arti pentingnya menghargai perbedaan dalam toleransi beragama. Sikap toleransi bisa ditunjukkan melalui sikap menghargai perbedaan pandangan, keyakinan dan tradisi orang lain dengan kesadaran tinggi bahwa perbedaan adalah rahmat Tuhan yang harus disyukuri.







DAFTAR PUSTAKA


Ali, Muhammad. 2003. Teologi Pluralis-Multikultural: Menghargai Kemajemukan Menjalin Kebersamaan. Jakarta: Kompas Media Nusantara.

Khamami, Zada. 2002. Tantangan Kehidupan Beragama Kita. (Online), http.//www.kompas.com, kompas-cetak/2012/13/opini/14287.html.

Penetapan Presiden Republik Indonesia NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965.

Respati, Djenar. 2014. Sejarah Agama-Agama di Indonesia: Mengungkap Proses Masuk dan Perkembangannya. Yogyakarta: Araska.

Soekanto, Soejono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 1990.

Suryana, Toto. 2011. Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama. Jurnal Pendidikan Agama Islam – Ta’lim Vol. 9 No. 2, (Online), https://www.google.com/search?q=kerukunan+antar+umat+agama+pdf&ie=utf-8&oe=utf-8, Diakses pada tanggal 20 April 2015.

0 komentar: