TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA
TOLERANSI ANTAR UMAT
BERAGAMA DI INDONESIA
Abstrak: toleransi antarumat
beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik.
Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan. Namun yang sering kali terjadi
adalah penekanan dari salah satunya, misalnya penekanan kebebasan yang
mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi
dengan membelenggu kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman
yang benar mengenai kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama
merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat.
Pendahuluan
Belakangan
ini, agama adalah sebuahnama yang terkesan membuat gentar, menakutkan, dan
mencemaskan. Agama di tangan para pemeluknya sering tampil dengan wajah
kekerasan. Dalam beberapa tahun terakhr banyak muncul konflik, intoleransi, dan
kekerasan atas nama agama. Pandangan dunia keagamaan yang cenderung anakronostik
memang sangat berpotensi untuk memecah belah dan saling klaim kebenaran
sehingga menimbulkan berbagai macam konflik. Fenomena yang juga terjadi saat
ini adalah muncul dan berkembangnya tingkat kekerasan yang membawa-bawa ama
agama (mengatasnamakan agama) sehingga realitas kehidupan beragama yang muncul
adalah saling curiga mencurigai, saling tidak percaya, dan hidup dalam ketidak
harmonisan.
Perbedaan antar anggota maupun
kelompok yang berpotensi konflik dan bersifat destruktif antara lain karena
adanya perbedaan agama. Konflik antar penganut agama biasanya dipicu oleh
prasangka antara penganut satu agama dengan yang lain yang berkembang menjadi
isu-isu yang membakar emosi. Munculnya sikap-sikap tersebut tidak datang
sendirinya, melainkan dikarenakan beberapa sebab. Menurut Suryana (2011: 127)
“ketiadaan saling pengertian antar-pemeluk agama (mutual understanding), adanya kesalahan dan kekeliruan dalam
memahami teks-teks keagamaan, dan masuknya unsur-unsur kepentingan di luar
kepentingan agama yang luhur”.
Toleransi
antar-pemeluk agama bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja, tidak melihat
kelas-kelas tertentu. Berbicara agama berarti mengenai masyarakat yang memiliki
jiwa spiritual untuk mencari kenyamanan dan ketentraman dalam hidup. Situasi
yang baik itu bisa kita jaga melalui menjunjung tinggi rasa menghargai dan
menghormati antar sesama agama. Masyarakat Indonesia yang plural ini harus bisa
menjaga kerukunan dalam beragama dan tidak ada perbedaan dalam hal hak dan
kewajiban kebebasan hidup yang tenang juga berdampingan. Perbedaan agama ini
bisa kita jumpai dimana saja dan kapan pun, baik itu kehidupan yang rukun
maupun terjadi konflik antar-pemeluk agama di dalam masyarakat. Oleh karena
itu, penulis tertarik membahas tentang tolenransi antar umat beragama yang
begitu urgen untuk menjaga keutuhan NKRI.
Dalam
kaitannya dengan toleransi antar umat beragama, toleransi hendaknya dapat
dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut
agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip
keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk
beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihak ke pihak lain. Hal demikian dalam
tingkat praktek-praktek social dapat dimulai dari sikap bertetangga, karena
toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut keagamaan
dalam praktek social, kehidupan bertetangga dan bermasyarakat, serta bukan
hanya sekedar pada tataran logika dan wacana.
Kajian Teori
·
Prespektif
Pancasial
Dalam masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila pertama,
bertaqwa kepada tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah
mutlak. Semua agama menghargai manusia maka dari itu semua umat beragama juga
wajib saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama yang berlainan
akan terbina kerukunan hidup.
·
Kebebasan
Beragama
Kebebasan
beragama merupakan hal yang mendasar dalam Hak Asasi Manusia. Berbicara soal
Hak Asasi Manusia, negara Republik Indonesia sebagai negara hukum di dalam
konstitusinya telah menjamin pemenuhan terhadap Hak Asasi Manusia. Jaminan
konstitusi ini tidak berarti negera memberikan jaminan kebebasan
sebebas-bebasnya. Termasuk dalam hal ini adalah kebebasan dalam beragama,
sejauh pembatasan itu ditetapkan dengan Undang-Undang pada pasal 28 J.
·
Manusia
Sebagai Mahluk sosial
Manusia ditakdirkan sebagai mahluk social yang membutuhkan
hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial,
manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik kebutuhan material, kebutuhan spiritual, maupun kebutuhan akan
rasa aman.
Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari beragam suku dan agama, dengan
adanya sikap toleransi dan sikap menjaga hak dan kewajiban antar umat beragama,
diharapkan masalah-masalah yang berkaitan dengan sara tidak muncuk kepermukaan.
Dalam kehidupan masyarakat sikap toleransi ini harus tetap dibina, jangan
sampai bangsa Indonesia terpecah antara satu sama lain
Toleransi Hak dan kewajiban dalam umat beragama telah tertanam dalam
nilai-nilai yang ada pada pancasila. Indonesia adalah Negara majemuk yang
terdiri dari berbagai macam etnis dan agama, tanpa adanya sikap saling
menghormati antara hak dan kewajiban maka akan dapat muncul berbagai macam
gesekan-gesekan antar umat beragama.
Pemeluk agama mayoritas wajib menghargai ajaran dan keyakinan pemeluk
agama lain, karena dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 dikatakan bahwa “setiap warga
diberi kemerdekaan atau kebebasan untuk memeluk agamanya masing-masing dan
beribadat menurut agama dan kepercayaannya.” Hal ini berarti kita tidak boleh
memaksakan kehendak, terutama dalam hal kepercayaan, kepada penganut agama
lain, termasuk mengejek ajaran dan cara peribadatan mereka.
Agama sebagai pedoman perilaku
yang suci mengarahkan penganutnya untuk saling menghargai dan menghormati,
tetap sering kali kenyataan menunjukkan sebaliknya, para penganut agama lebih
tertarik kepada aspek-aspek yang bersifat emosional. Agama bisa kehilangan
makna substansinya dalam menjawab soal-soal kemanusiaan, yakni ketika agama
tidak lagi berfungsi sebagai pedoman hidup yang mampu melahirkan kenyamanan
spiritual dan objektif dalam segala aspek kehidupan umat manusia”.
Toleransi
yang merupakan bagian dari visi teologi atau akidah Islam dan masuk dalam
kerangka system teologi Islam sejatinya harus dikaji secara mendalam dan
diaplikasikan dalam kehidupan beragama karena ia adalah suatu keniscayaan
social bagi seluruh umat beragama dan merupakan jalan bagi terciptanya kerukunan
antar umat beragama.
Kerukunan antara umat beragama adalah kunci utama untuk
menjaga ketuhan NKRI. Faktanya adalah banyak kasus dan konflik yang terjadi
akhir-akhir ini yang berkaitan dengan Agama, terutama masalah ISIS yang sedang
gencarnya diperangi oleh pemerintah Indonesia. Hal itu terjadi karena Sikap
Fanatisme di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan
berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang
pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis,
yakni pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat
bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan
kondisi masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya
agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin
selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim,
menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.
Disamping itu juga disebabkan oleh Rendahnya Sikap
Toleransi. Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi
antar agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap
toleransi malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter.
Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect
encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif.
Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah
keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik
pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan
satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang
terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya.
Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang
berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflik. Oleh karena itu
Toleransi merupakan kunci utama bagi masyarakat Indonesia yang hidup dalam
pluritas bagi dari suku, ras, dan agama.
Dalam
pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Olehnya itu kita
sebagai warga Negara sudah sepatutnya menjunjung tinggi sikap saling toleransi
antar umat beragama dan saling menghormati antar hak dan kewajiban yang ada
diantara kita demi keutuhan Negara.
Kebebasan
beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antar umat
beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat
beragama. Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak untuk menyembah
Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya.
Demikian
juga sebaliknya, toleransi antarumat beragama adalah cara agar kebebasan
beragama dapat terlindungi dengan baik. Kebebasan dan toleransi tidak dapat
diabaikan. Namun yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya,
misalnya penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk
merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan. Untuk
dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar mengenai kebebasan
beragama dan toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu yang penting dalam
kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat.
Kesimpulan
Toleransi adalah sikap tenggang rasa yang
berarti rukun dan tidak menyimpang dari aturan dimana seseorang harus saling
menghargai dan saling menghormati. Toleransi beragama sangat diperlukan pada
kehidupan sehari-hari untuk menjalin hubungan yang harmonis, rukun dan
sejahtera.
toleransi
hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama
masyarakat penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan
prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan
tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihakl ke pihak
lain. Hal demikian dalam tingkat praktek-praktek social dapat dimulai dari
sikap bertetangga, karena toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan
antara penganut keagamaan dalam praktek social, kehidupan bertetangga dan
bermasyarakat, serta bukan hanya sekedar pada tataran logika dan wacana.
Peran berbagai elemen tokoh masyarakat,
tokoh agama dan pemerintah sangat diperlukan untuk memberikan pencerahan dan penyadaran akan arti pentingnya
menghargai perbedaan dalam toleransi beragama. Sikap toleransi bisa ditunjukkan
melalui sikap menghargai perbedaan pandangan, keyakinan dan tradisi orang lain
dengan kesadaran tinggi bahwa perbedaan adalah rahmat Tuhan yang harus
disyukuri.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 2003. Teologi Pluralis-Multikultural: Menghargai Kemajemukan Menjalin
Kebersamaan. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Khamami, Zada. 2002. Tantangan Kehidupan Beragama Kita. (Online), http.//www.kompas.com,
kompas-cetak/2012/13/opini/14287.html.
Penetapan
Presiden Republik Indonesia NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965.
Respati, Djenar. 2014. Sejarah Agama-Agama di Indonesia: Mengungkap Proses Masuk dan
Perkembangannya. Yogyakarta: Araska.
Soekanto, Soejono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 1990.
Suryana, Toto. 2011. Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama. Jurnal Pendidikan
Agama Islam – Ta’lim Vol. 9 No. 2, (Online), https://www.google.com/search?q=kerukunan+antar+umat+agama+pdf&ie=utf-8&oe=utf-8,
Diakses pada tanggal 20 April 2015.
0 komentar: