CONTOH DRAMA
KAMPUNG KARDUS
KONSEP CERITA
Konsep cerita dalam “ Kampung Kardus“ adalah sejenis
drama realist, mengangkat kisah kehidupan sehari-hari yang terjadi dalam
masyarakat. Cerita ini merupakan salah satu cerita yang diambil dari kumpulan
drama-drama dari fakultas bahasa dan seni. Dan naskah ini telah kami rangkai
dan kami revisi sedemikian rupa agar menarik bagi penonton.
Teguh Budiyono
sebagai sutradara + Paijo(orang 1)
Adijaya Singgih
sebagai Pak Lurah
Indah Febri Astuti
sebagai Siti
Dewi Widiana R sebagai
Rahmi
Fida
Munawaroh sebagai Surti
Endang Suhartatik
sebagai Neneng
Wahyu Susilo
sebagai Denok
Rahmad Arifin sebagai
Pak Carik
Arif
Krisdiantoro sebagai Preman 1
SuherI sebagai
Preman 2
Martisilia Ade
sebagai Simbok
Yessy Yulia
sebagai Kontraktor
Tri Juni Harto
sebagai Warga
KARAKTERISASI
·
Teguh
Budiyono sebagai Paijo(orang 1)
Karakter
: Orang yang keras kepala.
- Adijaya Singgih sebagai Pak Lurah
Karakter
: Orang yang licik, tukang korupsi, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai
segala sesuatu.
- Indah Febri Astuti sebagai Siti
Karakter
: Orang yang keras kepala, licik, dan suka membantah.
- Dewi Widiana R. sebagai Rahmi
Karakter
: Orang yang mempunyai sikap halus, sopan, dan tidak mudah marah.
- Fida Munawaroh sebagai Surti
Karakter
: Orang yang mudah putus asa.
- Endang Suhartatik sebagai Neneng
Karakter
: Orang yang selalu pasrah dengan keadaan yang ada (nerimo)
- Wahyu Susilo sebagai Denok
Karakter
: Orang yang selalu optimis.
- Rahmad Arifin sebagai Pak Carik
Karakter
: Orang yang mudah terpengaruh.
- Arif Krisdiantoro sebagai Preman 1
Karakter
: Orang yang berwatak keras, kejam, tidak mau tahu dengan keadaan.
- Suheri sebagai Preman 2
Karakter
: Orang yang berwatak keras, kejam, tidak mau tahu dengan keadaan.
- Martisilia Ade sebagai Simbok
Karakter
: Orang tua renta yang sakit-sakitan.
- Yessy Yulia sebagai Kontraktor
Karakter
: Orang yang licik, menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan.
- Tri Juni Harto sebagai Warga
Karakter
: Orang yang keras kepala.
SINOPSIS CERITA
Cerita ini mengkisahkan sekelompok masyarakat yang
sebagian besar berprofesi sebagai pemulung dan tinggal di suatu kampung yang
dianami “Kampung Kardus”, rumah-rumah dikampung ini semuanya adalah rumah semi
permanen yang dibangun dari dinding seadanya. Kehidupan dikampung ini sangat
sederhana dan miskin, namun mereka masih berkeinginan untuk memperbaiki
kehidupan ada yang meninggalkan kampung dan menjadi TKI dan ada yang bersekolah
meski hanya seorang dan itupun dilakukan dengan berhutang. Masyarakat yang
tinggal dikampung ini kebanyakan masih buta aksara karena kemiskinan yang
mendera mereka hanya mengandalkan hasil memulung untuk kehidupan sehari-hari,
meskipun begitu warga dikampung ini sangat rukun. Konflik dimulai ketika
datang kontraktor yang hendak membangun kampung kardus menjadi perumahan elit.
Pertentangan antara warga dan lurah terjadi manakala uang ganti rugi yang
disanggupi dirasa belum sesuai dengan yang diharapkan warga karena kecurangan
yang dilakukan oleh lurah dan carik. Akhirnya perwakilan warga kembali
berunding namun belum terjadi kesepakatan malahan tokoh Siti yang merupakan
perwakilan dari warga juga bersekongkol dengan lurah supaya warga mau dipindah,
namun semua tidak sejalan dengan harapan Siti, Pak Lurah yang dianggap akan
memberikan imbalan baginya justru malah menipunya. Suatu ketika datang preman
orang-orang dari Pak Lurah untuk mengusir warga yang tidak mau pindah,
kericuhanpun terjadi dikampung ini akibat ulah preman yang membuat warga ketakutan
dan pergi. Denok yang dulunya pergi menjadi TKI datang dan pulang kerumahnya,
namun yang didapati hanya kampung yang sepi dan hancur, tidak ada lagi orang2
yang ramai memilah hasil pulungan, tidah ada lagi sahabatnya si Neneng, yang
tersisa hanya Siti dan Surti yang menjadi gila karena ditinggal pacarnya. Semua
warga meninggalkan kampung karena kecewa kepada Siti.
ALUR
Drama ini termasuk drama yang beralur maju.
KONSEP PANGGUNG
Dalam cerita ini terdiri dari 1 babak, konsep panggung
drama ini adalah panggung prosenium dimana panggung ini berada di dalam ruangan
lengkap kebutuhan pementasan seperti tor mentor, setwing, backdrop, sengaja
kami buat sesederhana mungkin tetapi tidak mengurangi kesesuaian dengan
kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun poerperti yang kami pakai sebagai
berikut :
- Rumah-rumahan kumuh.
- 4 buah karung pemulung.
- Botol-botol bekas dan kardus-kardus bekas, kaleng bekas.
- 1 buah kursi panjang.
- 1 buah bakul tempat sayuran lengkap dengan sayurnya.
- 1 buah koper sebagai pendukung TKI yang datang dari luar negeri.
- Bambu Tua.
KONSEP BUSANA
Konsep
busana antara lain :
1. Lurah memakai baju setelan batik supaya terlihat seperti lurah.
1. Lurah memakai baju setelan batik supaya terlihat seperti lurah.
2.
Carik memakai baju batik
3.
Siti memakai baju seragam SMA dan baju kuliah.
4.
Mbok Rahmi memakai baju daster tambal dengan kain jarik usang.
5.
Denok memakai baju kaos usang dan kemudian bergati dengan baju ala TKI baru
datang dari luar negeri lengkap dengan koper.
6.
Mbok Denok memakai kebaya dan kain jarik.
7.
Neneng memakai baju kaos usang, kemudian berganti baju yang bersih karena
berganti profesi sebagai tukang sayur.
8.
Orang 1(paklik Neneng) memakai pakaian usang seperti pemulung
9.
Warga memakai pakaian usang seperti pemulung
10.
Kontraktor memakai baju setelan seperti pegawai kantor
10.
Surti memakai baju usang dengan dandanan orang gila.
11.
Preman memakai pakaian ala preman.
KONSEP MUSIK
- Musik nuansa.
- Musik efek
KONSEP LAMPU ATAUN
LIGHTING
- Black Out
- Lampu senter tengah depan (waktu aktor masuk)
- Set wings (lampu sayap panggung)
- Black Out
- Blitz
- Adegan terakhir lampu redup, hanya satu lampu yang menyala kearah aktor.
SKENARIO
Kampung Kardus
Karya : Gepeng
Nugroho
Sebuah
perkampungan kumuh, bangunan-bangunan dari kardus. Orang-orang beraktifitas
seperti biasanya, mengumpulkan barang-barang bekas, berangkat sekolah dan lain
sebagainya, layaknya kehidupan perkampungan pemulung.
- Siti : “Ahhhhh…… hari ini ndak di sangoni lagi. Suruh puasa sama simbok. Katanya seperti biasanya : nduk selagi masih sekolah kamu harus prihatin, kita ini orang miskin, ndak usah jajan ndak apa-apa, ndak bakalan mati, mendingan kamu puasa aja, biar pinter. Walah tiap hari kok suruh puasa.”
- Rahmi : “Nduk, piye to ora ndang mangkat, malah gedumelan. ngopo? Ngglendeng simbok, karena nggak disangoni, ya?”
- Siti : “Siapa yang ngglendeng simbok, wong lagi ngapalin pelajaran kok. Katane suruh pinter.”
- Rahmi : “Ngapalin pelajaran kok sambil mencab-menceb lambene.”
- Siti : “Lha wong pelajaran drama kok mbok, teater….. ini namanya mimik, ekspresi muka, kan harus ekspresif.”
- Rahmi : “Awas ya kalo ngglendeng simbok, kuwalat nanti!”
- Siti : “Walah….. ndak-ndak mbok, simbok ini kok sensitif banget tho”
Simbok
berbalik kembali mau masuk kedalam rumah, siti menceb mengejek rahmi, beberapa
langkah jalan lalu jatuh terpeleset. Rahmi berbalik menengok.
- Rahmi : “Jalan itu ngati-ati tho nduk… cah wedok kok polahe bedigasan!.”
- Siti : “Tenang mbok, ndak apa-apa, hanya kepleset. Aduuuhhhh.”
- Rahmi : bener nggak apa-apa? Apa mau pura-pura sakit biar mbok nulis surat ijin biar kamu bolos?”
- Siti : “Walah… ndak mbooookkk! Lagian sombong, mbok kan nggak bisa nulis, mau nulis surat ijin, lucu simbok’i.”
- Rahmi : “Makanya jangan jadi orang bodo, walaupun nggak punya uang kamu harus tetep sekolah, biar pinter, bisa nulis surat ijin untuk anakmu mbesok.”
Rahmi
berbalik masuk kedalam rumah.
- Siti : “Dasar simbok…….. eh ntar kuwalat lagi…………”
Siti
exit
Masuk
denok, kemudian duduk di sebuah kursi panjang
- Denok : “Bosen, tiap hari seperti ini, ndak ada perubahan. Kalo seperti ini terus hidup juga ndak akan maju-maju.:
Neneng
masuk.
- Neneng : “Kenapa nok? Sedal-sedul seperti itu? We di Tanya kok malah mlengos.”
- Denok : “Aku bosen.”.
- Neneng : “Opo? bosen, kamu wes bosen sama aku tho nok?, ooo… yoh….. kita ndak usah kekancan lagi, aku juga ndak pate`en ndak kekancan sama kamu!”
- Denok : “Wes, ndak usah nrocos ndak karuan, makanya kalo ada sesuatu itu ditelaah terlebih dulu biar ndak mis komunikasi, aku kan belum selesai ngomongnya.”
- Neneng : ”Apa lagi nok? Sudah cukup jelas penjelasan dari kamu tadi. Singkat dan jelas ndak usah di reply.”
- Denok : “Kosek to, sebentar…… aku kan ndak ngomong kan tadi kalo aku bosen sama kamu? Walaupun memang kamu orangnya mbosenin. Aku ini bosen dengan kehidupan kita sekarang, yang tengah kita jalanin ini. Apa kamu juga ndak bosen? tinggal diantara rumah-rumah kardus, sampah-sampah. Kita ini seperti bukan manusia saja. Kita ini kan kaum masyarakat yang ndak dianggep oleh dunia.”
- Neneng : “La terus maumu apa? Ndak ada yang bisa kita lakukan yo tho.”
- Denok : “Ya memang ndak ada kalo kita cuman bisa nerimo, berusaha dong.”
- Neneng : “Kita kan udah kerja siang malam, itu kan juga sudah usaha. Tuh tadi lihat mbak rahmi menyekolahkan si siti itu juga salah satu cara jalan untuk menuju sugeh. Siapa tahu setelah disekolahkan walaupun untuk makan saja sulit, kalo mau bayar sekolah saja nunjang sana sini cari utangan, tapi siapa tahu nanti siti jadi orang pinter, dapat kerjaan yang mapan, terus sugih. Itukan juga sudah upaya menuju sugeh.”
- Denok : “Kesuwen, kelamaan……. Selak uwanen rambute.”
- Neneng : “Lha maumu terus gimana?”
- Denok : “Aku mau pergi dari kampung kardus ini. Aku mau nyari kerja.”
- Neneng : “Mau kemana kamu?”
- Denok : “Aku mau kemana saja, mungkin ke kota, asal tidak ditempat ini”
Tanpa
disadari mbok denok datang
- Denok : “Pokoknya aku mau kerja apa saja asal halal.”
- Mbok : “Kamu mau kemana? Kamu ndak boleh pergi, lalu mbokmu ini sama siapa kalo kamu pergi.”
- Denok : “Mbok… denok pengen jadi orang sugih mbok. Simbok kan seneng kalo jadi wong sugih?”
- Mbok : “Yang terpenting bagi simbok adalah kita tetep bisa kumpul. Makan ndak makan asal kumpul.”
- Denok : “Simbok harus dukung dong cita-cita luhur anakmu.”
- Mbok : “Kamu boleh kerja apa saja, dimana saja, asal masih tinggal bersama mbokmu dirumah.”
- Denok : “Ah…simbok kolot, ra gaul banget.”
Denok
exit.
- Mbok : “Ra gaul? Nok opo tho maksudte? neng apa maksudnya aku ndak gaul?”
- Neneng : “Simbok biar keliatan gaul pake celana jeans aja. Hahahahahaaa…….”
- Mbok : “Hus…. omong dleweran ra karuan.”
- Mbok : “Nok….. kamu ndak boleh tinggalin simbok”
Mbok
exit
Beberapa
saat kemudian masuk surti
- Surti : “Neeeng….. kamu harus Bantu aku neng. Ini penting, kamu akan sangat berjasa kalo bisa Bantu aku.”
- Neneng : “Bantu apa sih sur?”
- Surti : “Aku dapat surat dari kang samsul. Kang samsul kangen sama aku, pengen cepet ketemu. Sebentar lagi pulang.”
- Neneng : “Syukurlah kalo begitu, lha terus apa hubungannya denganku? Kamu mau minta bantuan apa coba?”
- Surti : “Tolong bacain surat ini dong.”
- Neneng : “Lho… kok…..”
- Surti : “Kamu kan tahu sendiri aku tidak bisa baca.”
- Neneng : “Kok kamu tahu tadi isi suratnya?”
- Surti : “Baru perkiraan aja.”
Neneng
membuka surat.
- Neneng : “Lho kok tulisannya pake tinta merah?”
- Surti : “Itu tandanya cinta. Ah nggak gaul kamu. Kalo surat cinta itu kan harus penuh warna-warna cerah. Pasti nggak pernah nulis surat tho?”
- Neneng : “Zaman gini kok masih surat-suratan, sms dong atau e mail, deso banget.”
- Surti : “Walah jangan banyak ngomong, cepetan kamu bacain, tapi ingat jangan bocorin sama siapa-siapa ya, aku kan malu, siapa tahu isi suratnya juga hot.”
- Neneng : (membacakan surat) “Dek surti yang cantik…. Lama banget kakang ndak pernah kasih kabar sama adek. Gimana kabarnya sekarang dek?”
- Surti : “Baik kang, bagaimana kabarnya Kang Samsul?”
- Neneng : “Syukurlah kalo begitu, kang samsul baik-baik aja, tenang aja kamu ndak usah kawatir. Ada hal yang sangat penting yang ingin kakang sampaikan pada Dek Sur.”
- Surti : “Apa itu kakang?”
- Neneng : “Kita kan sudah lama menjalin hubungan cinta.”
- Surti : “Maksud kakang pasti mau pulang terus mau ngelamar aku kan?”
- Neneng : “Bukan itu dek, justru karena sudah terlalu lama dan kayaknya tidak ada peningkatan bagi hati kakang, lagian disini kakang sudah menemukan yang lain, maka dengan berat hati Dek, kakang putuskan untuk kita akhiri hubungan ini, kakang sudah berencana menikah dengan orang Gombong.”
- Surti : (menangis)
- Neneng : “Jangan menangis tho Dek.”
- Surti : (merebut surat kemudian merobeknya) “Kamu jahat kakang, kamu tidak setia.” ( menangis sambil exit)
- Orang 1 : “Ada apa tho? kamu nakalin surti po neng?”
- Neneng : “Kayak anak kecil saja, ini urusan hati dan perasaan. Love. Hart……”
- Orang 1 : “Halah ngomong pateng pentuntung, keduwuren. Ngomong wae tentang kerdus, kertas sekilo 700, plastic bekas. Hidup di tempat sampah kok ngomongin cinta.”
- Neneng : “Lha wong bukan aku kok , surti, pak leeeek…Lhe pating penteleng kok nanggon aku.”
Orang1
kembali beraktifitas kembali.
Beberapa
saat kemudian masuk mbok sambil menangis.
- Orang 1 : “Opo meneh…. Hari ini kok syarat dengan tangisan tho, ora simbok ora surti podho tangisan, sak jane kuwi ono opo tho?”
- Mbok : “Neng denok minggat, kabur, eh pergi dari rumah…, denok minggat.”
- Neneng : “Apa mbok, denok kabur?”
- Orang 1 : “Tenane lho mbok?”
- Mbok : “Denok ninggalin surat ini.”
- Orang 1 : “Apa isinya mbok?”
- Mbok : “Makanya aku datang kesini, tolong bacakan suratnya Neng, aku ndak bisa baca.”
- Orang 1 : “Lo critanya gimana tho mbok kok ada acara minggat segala.”
- Mbok : “Sek kowe menengo sek, biar neneng baca suratnya.”
- Orang 1 : “Jangan sama neneng, dia itu tukang ngawur kalo suruh baca surat.”
- Neneng : “Apa kamu aja nih yang baca???”
- Orang 1 : “Lho kamu kan tahu kalo aku tidak bisa baca tho neng. Wah…ngece banget’i.”
- Neneng : “Yo wes makane meneng wae. Simbok yang terhormat, maafkan Denok, Denok ndak pamitan pergi dari rumah, kalo Denok pamit mesti simbok ndak mengijinkan, jadi Denok langsung cabut saja. Tapi simbok ndak usah kawatir, Denok akan jaga diri baik-baik. Demikian juga simbok juga harus jaga diri baik-baik. Takecare mbok. Peluk cium dari ananda tercinta…. Muach…… Denok.”
- Mbok : wo alah gusti denok….. teganya kamu ndok ninggalin simbok sendiri…..
Orang
orang kemudian ribut juga menenangkan simbok. Simbok pingsan, kemudian
beramai-ramai orang orang menggotongnya. Exit
Masuk
siti, kemudian masuk rumah.
- Siti : “Walah karo sambel meneh. Kapan pintere kalo tiap hari sama sambel teruuuuusssss.”
Waktu
berlalu. lima tahun setelah kepergian denok, suasana dikampung kardus belum
banyak berubah. Siti sudah jadi mahasiswi di universitas elite karena dapat
beasiswa. Neneng jadi tukang sayur. Dan mayoritas warga masyarakat masih tetep
sebagai pemulung.
Lurah
mengadakan inpeksi mendadak didalam kampung.
- Carik : “Nah disekitar sini maunya bos besar mau bangun real estate itu.”
- Lurah : “Yayayayaaa….. daerah seperti ini kok ya payu ya?”
- Carik : “Mungkin ada pertimbangan-pertimbangan tertentu, kita kan ndak ngerti yang menjadi planing bos besar dari kota itu.”
- Lurah : “Tempat bosokan gini kok payu ya?”
- Carik : “Sekarang yang ndak laku itu apa tho pak lurah. Sekarang banyak kekurangan lahan, natalitas semakin meningkat tetapi lahan tetap malah seolah makin menyempit…”
- Lurah : “Kamu bisa mengatur semua ini tho? kamu harus bisa mengatasinya. Ini kan tugas mudah, bagaimana caranya saja kamu menyampaikannya. Mereka itu orang-orang bodo jadi gampang dikibulin. Kamu janjikan saja uang gantinya.”
- Carik : “Lha memang sudah dijatah tho dari bos besar? Semeternya 200 rb.”
- Lurah : “Bodo, kamu gak bakat sugeh. Bilang sama mereka tanah itu di beli seharga 50 ribu, kalo nggak mau akan dibongkar paksa. Lagian itu kan bukan tanah milik mereka. Uang ganti rugi itu diberikan juga karena kasian pada mereka.”
- Carik : “Sory pak lurah, mudeng deh saya.”
- Lurah : “Kamu pengen ngerasain naik mobil pribadi tho? Dengan musik yang jeduk-jeduk? Duit itu bisa buat beli mobil yang jeduk-jeduk.”
- Carik : “Duit saya yang utama mau tak buat bangun WC dulu ah pak. lha wong saya kalo buang hajat masih dikali. Masak naik mobil jeduk-jeduk tapi buang hajadnya masih dikali.”
- Lurah : “Terserah kamu sajalah, kita atur sendiri-sendiri duit kita.
- Carik : yang terpenting kan kita dapat duit banyak tho bos?”
- Lurah : “Kamu atur deh nanti.”
- Orang 1 : “Eee pak lurah kadingaren pak lurah mau datang kemari, bukan lagi kampanye kan bu?”
- Lurah : “Nah kebetulan kok sepi lagi pada kemana?”
- Orang 1 : “Ya biasa tho Pak, kerja. Ada apa tho Pak? Ada program sensus?”
- Lurah : (pada carik) “Kamu kumpulkan deh orang-orang sekarang.”
100.
Carik : (pada orang 1) “Kita mau ketemu dengan seluruh warga, kamu
sekarang kumpulkan mereka ya, sifatnya penting dan sangat mendesak.”
101.
Orang 1 : “Lha ya tapi ada apa?”
102.
Carik : “Ada program kesejahteraan masyarakat yang harus segera
disampaikan pada masyarakat.”
103.
Orang 1 : “Pembagian bantuan subsidi BBM diajukan ya pak, atau malah di
tambah?”
104.
Carik : “Wes ndak usah cerewet, laksanakan saja tugas tadi, dasar wong
susah, sugihe mung sugih omong.”
105.
Orang 1 : (melihat orang 2, kemudian memanggil) “Pak lurah sama sekdes
mau ketemu dengan seluruh warga, ini sifatnya penting dan sangat mendesak. Kamu
sekarang kumpulin seluruh warga, ini perintah langsung.”
Orang
2 exit.
Beberapa
saat kemudian warga mulai berdatangan.
106.
Carik : “Warga yang baik.”
107.
Orang 1 : “Njih pak? kadingaren banget mengadakan sidaknya mendadak?”
108.
Orang 2 : “Apa itu sidak?”
109.
Orang 1 : “Infeksi mendadak.”
110.
Orang 2 : “Ooo…walah… inspeksi mendadak tho.”
111.
Lurah “We neng kamu sekarang ganti profesi tho? Sekarang jualan sayur?”
112.
Neneng : “Iya lah pak, lumayan sekarang ndak kotor lagi, sekarang
bisa dandan.”
113.
Orang 2 : “Walah memang kamunya saja yang menel.”
114.
Neneng : “Orang jualan itu harus tampil cantik dan menarik biar
jualannya laku.”
115.
Orang 1 : “Jualan apa dulu?”
116.
Neneng : “Ya sayur tho, memangnya apa? kalo jualan sayur nglomprot kayak
kamu ya males yang beli.”
117.
Orang 1 : “We…lhadhalah kok malah ngece tho kowe neng ……”
Terjadi
kericuhan. .
118.
Carik : “Wes… wes…. Saudara-saudara sekalian, sengaja saudara2
sekalian dikumpulkan mendadak oleh kami disini adalah ada hal yang sangat
penting yang perlu saudara sekalian ketahui.”
119.
Carik : “Saudara sekalian, kami datang kemari untuk memberikan kabar
gembira untuk kalian. Saudara2, saudara…. Wilayah ini, kampung kardus yang
kalian tinggali ini akan segera dibangun real estate oleh kontraktor dari kota
sana.”
Semua
bersorak gembira.
120.
Neneng : “Lha sek – sek…. Tapi terus bagaimana nasib kita selanjutnya,
apa real state itu terus menjadi milik kita?”
121.
Carik : “Lha kok enakmen. Kalian akan dipindahkan dari tempat ini.”
122.
Warga : “Digusur? Enak saja. Ndak bias.”
123.
Carik : “Bisa. Kalian nantinya akan di beri ganti rugi tiap warga
untuk mencari tempat dan membangun rumah kembali.”
Semua
warga gaduh.
124.
Orang 1 : “Berapa akan kalian beri kami ganti rugi.”
125.
Carik : “Ganti ruginya cukup besar. Lima puluh ribu.”
126.
Lurah : “Empat puluh saja.”
127.
Carik : “Maksud saya empat puluh ribu.”
Warga
tidak setuju.
128.
Lurah : “Ya udah lima puluh ribu.”
129.
Carik : “Lho katanya 40 ribu pak?”
130.
Lurah : “Ini namanya strategi negosiasi.”
131.
Carik : “Ya sudah saya naikkan menjadi 50 rb.”
Warga
masih menolak dan makin ramai.
132.
Carik : “Wah sudah ndak kondusif ini pak lurah.”
133.
Lurah : “Pokoknya kamu atur.”
134.
Carik : “Baiklah kalo begitu, masalah ganti rugi nanti perwakilan
dari kalian akan kami ajak berembuk di kelurahan. Kita tunggu di
kelurahan.”
Lurah
dan carik exit.
Orang-orang
masih gaduh, kemudian memilih perwakilannya untuk pergi kekelurahan.
Beberapa
orang exit. Sementara yang lain kemudian berkerumun membicarakan penggusuran
itu.
Beberapa
saat kemudian masuk siti.
135.
Siti : “Ada apa tho mbok?”
136.
Rahmi : “Kita akan di gusur nduk.”
137.
Siti : “Digusur?”
Rahmi
kemudian cerita soal penggusuran itu.
138.
Siti : “Waduh mbok, ndak bisa begitu, kalo gitu biar siti juga
pergi ke kelurahan.”
139.
Rahmi : “Tenang semua ya, anakku siti yang akan berdialog dengan pak
lurah, dia kan bocah sekolahan, bocah pinter, pasti bisa bernegosiasi untuk
kepentingan kita.seng ngati-ati ya sit, kamu pasti bisa, kita serahkan tanggung
jawab ini sepenuhnya kepadamu.”
Siti
exit
Orang
makin kwatir dan was-was dengan penggusuran itu. Mereka berharap penggusuran
itu tak jadi di lakukan. Beberapa saat kemudian orang-orang yang ikut rapat
dikelurahan kembali.
140.
Orang 2 : “Pokoknya aku tidak mau pergi dari tempat ini. Titik. Sampai
darah penghabisan.”
141.
Orang 1 : (pada rahmi) “Anakmu itu lho, apa ada persengkongkolan dengan
pak lurah? Kok malah memihak pada mereka?”
142.
Rahmi : “Apa iya?”
143.
Orang 1 : ‘Nanti Tanya aja sendiri.”
Masuk
siti.
144.
Siti : “Wah enak ni aku sama mbokku bisa kaya, bisa makan enak,
bisa tidur nyaman, enak ini jadi wong sugih.”
145.
Rahmi : “Apa benar kamu juga sudah sekongkol dengan bu lurah.
Tidak memihak pada kita?”
Siti
menarik rahmi
146.
Siti : “Mbok, tenang saja, kita nanti akan dapat persenan dari bulurah.
Kita akan dapat lebih banyak duit ganti rugi, ditambah uang tutup mulut.
Bulurah telah mempercayakan pada saya untuk membantu carik. Pada urusan ini.”
147.
Rahmi : “Kamu aku sekolahkan bukan untuk membodohi orang yang
memang bodo.”
148.
Siti : “Simbok, ini bisnis.”
Rahmi
meninggalkan Siti sambil marah dan kecewa.
Seluruh
warga ribut dan berdemo.
149.
Neneng : “Sekarang kita harus bertindak cepat, kita protes
besar-besaran, kalo perlu anarkis. Mogok makan!”
150.
Orang 1 : “Nek kon mogok makan wegah, aku ra kuat!”
155.
Neneng : “Cuman menggertak saja, kalo ndak gitu, kita tuntut mundur aja
pak lurah.”
Semua
warga berdemo. Exit
Masuk
kontraktor, pak lurah dan carik
156.
Kontraktor : “Ya.. tanah ya bagus untuk dibangun, pasti akan untung. Iya
kan rik?”
157.
Carik : (sambil mencatat) ya…. Ya bagus bos (gugup)
158.
Kontraktor : “Sudah di distribusikan ganti rugi pada warga? Warga juga
telah setuju kan dengan jumlah yang saya tawarkan. Apa perlu saya yang langsung
melakukan kesepakatan dengan mereka?”
159.
Lurah : “Ooooooo…oo.o.o jangan-jangan, semua sudah beres kok, ganti rugi
sudah disepakati warga. Besok lahan ini akan dikosongkan.”
160.
Carik : “Besok?”
161.
Lurah : “Menurut informasi warga telah membeli perumahan sederhana.
Namun layak huni.”
162.
Kontraktor : “Jadi ganti rugi yang saya berikan layak bagi mereka.
Trimakasih telah membantu saya dalam hal ini, pak lurah dan carik memang
pejabat teladan.”
163.
Lurah : “Terimakasih atas kepercayaannya, kami sangat menjunjung tinggi
kepercayaan yang diberikan kepada orang lain terhadap kami.”
164.
Kontraktor : “Kita tinjau yang sebelah sana pak, sebelah sana calonnya saya
bangun supermarket.”
Mereka
exit
Waktu
berlalu. Penggusuran terjadi, seluruh warga panik. Terjadi kekerasan dan
lain-lain.
Kemudian
lengang.
165.
Siti : “Pak lurah, gimana janji bulurah, katanya mau kasih persenan.”
166.
Lurah : “Nanti kalo urusannya sudah selesai, pasti tak bayar.”
167.
Siti : “Kapan bu???”
Exit
Beberapa
saat kemudian masuk denok
168.
Denok : “Mbok aku pulang! (terkejut) lo ada apa ini? Kok jadi begini………
“
169.
Siti : “Mbak denok?”
170.
Denok : “Siti ya? Wah pangling aku.. sudah gede ya?”
171.
Siti : “Kemana saja mbak selama ini?”
172.
Denok :”Ya kerja, jadi TKW diluar negri. Lumayan lah dek. Ada apa ini?
(menangis) kok jadi begini?”
173.
Siti : (menangis) “Warga telah digusur.”
174.
Denok : “Digusur? Lalu kemana semua warga, juga simbokku?
175.
Siti : (menggeleng) simbok saya pun ndak ngerti dimana. saya
sibuk ngurusin duit di bulurah saat penggusuran itu dilakukan. Saya tak
membayangkan akan begini jadinya. Saya juga telah dibohongi oleh bu
lurah. Seluruh warga padahal juga telah membenci saya, termasuk simbok
saya yang telah sangat kecewa dengan saya. Saya bingung harus bagaimana?”
176.
Denok : “Simbok…..”(menangis)
Masuk
surti yang telah jadi gila karena dulu ditinggal pacarnya.
177.
Surti :”Lho…. Lagi pada ngapain? Kok melankolis banget tho, ditinggal
pacar ya? Tenang aja, semua lelaki memang seperti itu. Mendingan kita nyanyi
bareng yuk……..”
SELESAI
0 komentar: